Scraps In Scraps Out

This is my Blog. There are many like it but this one is mine. My Blog is my best friend. It is my life. I must master it as I must master my life. Without me my Blog is useless. Without my Blog, I am useless (Jarhead)

Sunday, August 24, 2008

Lari Gembira
















Race Against Cancer Everyone, R.A.C.E. Adalah Fun Run yang diadakan untuk oleh yayasan Kanker Indonesia minggu 24/08/08 kemarin. Not that fun actually, running for 10K with lame breathless stamina is obviously not something fun. Berawal dari reflek gue sebagai orang Indonesia yang selalu ngambil paling gede setiap ada gratisan, gue pun memilih option 10K pas ngisi formulir gratisan Jakarta R.A.C.E di kantor. Tahulah tabiat setiap ada gratisan, suka gak suka perlu gak perlu yang penting dihajar dulu, begitupun ketika bimbang memilih 10K apa 5K ya. 10 lebih besar dari 5. Akhirnya gue pun melingkari 10K.

Pas hari H, barulah timbul rasa penyesalan. 10K untuk badan setua om ini adalah keputusan yang bodoh. Tapi panitia udah terlanjur gak ngebolehin menukar jarak lari pada hari H. Wedhus. 10K dari Four Season menyusuri Sudirman ke arah bundaran Senayan terus putar balik ke arah bundaran HI, putar balik kembali ke arah Four Season. 1K pertama sih masih gagah berani, masih banyak tukang poto, lari dengan memasang ekspresi seserius dan sejantan mungkin. Ayunan lengan mantap sok iye. Siapa tau ketangkep camera candid untuk majalah kantor. Selepas Semanggi baru deh mulai ngos-ngosan nyari oksigen berasa di Mars lalu memutuskan jalan 10 menit kemudian.

Sebelum akhirnya ada cewek lumayan berbodi geboy nyalip gue. Tipikal putih, hotpants, badan sekel, pake kaca muka, topi dan rambut dibuntut kuda. Kaca muka itu sebenarnya bikin mukanya gak begitu jelas tapi justru bagus. Gue jadi tetap penasaran dan gak mau terpaut jauh sama doi (yak bahasa ‘doi’ hadir saja disini). Dan gue sengaja gak nyalip-nyalip perempuan itu untuk menjaga rasa penasaran gue. Karena gue percaya fenomena D.B.S.M.K.D.D.L.K.M.G : dari belakang sih masa kini dari depan lho kok masa gitu. Lagipula dari belakang pemandangannya jauh lebih bagus, mentul-mentul nice to see. Setiap kali dia mulai lari gue pasti juga memaksakan diri untuk lari. Kalau dia isitrahat dan jalan gue pun akan ikut jalan. Hanya masalahnya itu cewek cepet aja masa recovery-nya, hanya beberapa menit dan dia udah kuat untuk lagi lari yang dengan terpaksa gue pun kepontal-pontal ikutan lari pula. Bangke, ini cewek kuat aja napasnya. Wew dahsyat pastinya.

Gak kerasa Semanggi, Bundaran Senayan, Semanggi lagi, Bundaran HI dan finish kembali di Four Season. Untung ada perempuan itu jadi cambuk gue untuk push my limit for keep running. Pesan moral : ketika kita merasa tidak mampu akan suatu hal, jangan mudah menyerah dan carilah hal-hal yang bisa membangkitkan semangat anda. Nice.

Labels:

Sunday, August 17, 2008

Filosofis Cara Pipis

Dari cara orang memilih urinoir bisa menggambarkan kepribadian seseorang. Coba lihat tiga urinoir pada gambar di atas, toilet kantor gue. Teori gue yang akan gue paparkan berikut ini juga bisa diterapkan di semua urinoir di mana saja, tidak harus serupa berjumlah tiga, selama ada lebih dari dua.



Jika memilih urinoir yang di tengah tandanya orang tersebut memiliki ukuran yang lumayan tidak memalukan harkat dan martabat, dia merasa tak perlu lah sembunyi-sembunyi memilih urinoir yang di pinggir. Jenis orang yang percaya diri karena memang mampu. Tetapi bisa juga karena hal lainnya. Kecil sekalipun, orang tersebut merasa ukurannya sudah lumayan. Habis dia tidak punya knowledge perbandingan yang disebabkan belum pernah menonton film-film dewasa sekalipun sepanjang hidupnya. Jadi ada kemungkinan orang yang memilih urinoir di tengah adalah orang yang saleh : tidak ada rasa minder meskipun kecil dikarenakan pengetahuan film-film dewasa yang sangat minim, selalu merasa puas dan bersyukur. Bagus.

Orang yang memilih urinoir yang di sebelah kanan hampir bisa dipastikannya ukurannya kecil, jadi dia sengaja betul memilih urinoir yang mojok untuk menjamin aman tak akan terlihat sedikitpun. Atau bisa juga tipe orang yang parnoan, panikan dan tidak bisa berpikiran logis. Tidak bisa berpikir logis karena orang ini karena terlalu seringnya menonton film-film dewasa sehingga dalam bayangannya Peter North itu adalah ukuran orang kebanyakan dan standard. Mesaake, nganti ngekek dia merasa begitu tidak berarti ketika referensi yang dipakai adalah para professional di film-film dewasa. Orang yang melilih urinoir paling kanan bisa jadi tidak begitu saleh karena sangat gemar menonton film-film dewasa, efek sampingnya membuat dia begitu parno dan minder sendiri.

Yang paling cerdik dan berpengetahuan luas adalah orang-orang yang memilih urinoir paling kiri dekat pintu masuk. Orang ini sadar diri ukurannya tidak begitu bisa dibanggakan tapi dia ingin menutupinya secara halus. Dengan memilih urinoir paling kanan akan too obvious been trying hide it out karena itu dia pilih yang paling kiri : lumayan tertutup dan bisa bersapa akrab dengan orang-orang yang baru masuk supaya terlihat rileks tidak tampak sedang berusaha keras menutupi kekurangannya. Orang semacam ini juga moderat karena dia menyadari ukuran di film-film dewasa adalah ukuran professional so don’t be so sad cause mine is ain’t too bad, just a few inches to go. Tipe orang yang tidak kuper berpengetahuan luas dan paling tahu cara yang halus supel untuk menutupi kekurangannya.

Tapi diantara semua itu ada lagi yang lebih-lebih lagi, orang yang gak mau pake urionoir dan memilih masuk ke bilik toilet hanya untuk pipis. Ini tipe orang yang ekstrim dan perfeksionis. Dia yakin betul ukurannya quite phatetic dan dia ingin memastikan tidak akan orang yang mergokin. Urinoir tidak begitu aman, masih ada celah-celah untuk ketahuan. Bilik toilet satu-satunya pilihan. Perfeksionis karena ingin memastikan tidak ada chance kepergok dengan selalu pipis di bilik toilet. Tipe orang ini adalah tipe orang yang pengecut, sudahlah kecil gak mau ngaku, dan mereka juga selalu sangat rapi dalam hal tutup menutupi kekurangan semodel begini. Dengan kata lain tipe wakil rakyat, si Al Amin, si Max Moein atau si Yahya Zaini salah sedikit contohnya, anggota sekaligus pengurus tetap les titit petite united.

Nah, urinoir mana pilihan mu ?

Labels:

Wednesday, August 13, 2008

Artis Politis

Fenomena baru yang sebenarnya tidak baru-baru amat : artis jadi politisi. Tidak baru-baru amat karena sedari dulu juga sudah demikian adanya. Rhoma Irama misalnya, idola para pemuda pemudi di masa jayanya dulu itu juga terjun menjadi politisi PPP sebelum pindah ke Golkar eh terus terakhir balik ke PPP lagi (huh ! terlalu !). Ada juga alm. Sophan Sophian, Hetty Koes Endang atau Sys NS. Tapi akhir-akhir ini semakin trendi, semakin banyak artis yang berniat terjun ke dunia politik. Terinspirasi oleh kemenangan Rani Karno dan Dede Yusuf, semakin banyak artis-artis yang mendaftarkan diri mulai dari caleg, cagub, cabup dan cakot (baca : calon walikota), atau ada alasan-alasan lain.

Mungkin beberapa alasan kenapa mereka berlomba-lomba menjadi politisi. Satu : semakin membanjirnya artis-artis muda berwajah lucu-lucu juga segar-segar yang rela dibayar murah oleh Indihe bersodara konsekuensi bargaining position sebagai pendatang baru. Meski akting kalah jauh tapi muka mereka yang mendukung tetap bisa lebih menjual dibanding artis-artis pendahulu tadi. Kalah bersaing dengan pendatang bisa jadi alasan pertama mereka, harus dicari sumber pendapatan lain dan menjadi wakil rakyat saat ini adalah profesi yang cukup menggiurkan. Alasan kedua : para artis tersebut sangat percaya diri sekaligus juga gemas. Sebagai artis profesional yang sudah bertahun-tahun menggeluti dunia akting wajar kalau mereka gemas melihat penampilan akting para politisi saat ini. Murahan. Kampungan. Gak ok. Merujuk iklan salah satu rokok di tipi : “mana ekspresinyargh ?!”. Siapa pun tau kalo ternyata jadi wakil rakyat gak susah-susah amat kok, kalau dulu butuh skills speak, nyangkem, lambe, nggambleh, bacot maka sekarang cukuplah sedikit keahlian akting saja. Catat, akting artis sinetron-sinetron masa kini tentu saja sedikit lebih bagus dari pada kualitas akting wakil rakyat (saya bilang sedikit).

Mereka bisa memainkan mimik muka yang lebih canggih, bahasa tubuh yang lebih meyakinkan, tak ketinggalan juga ekspresi yang lebay. Misalnya akting si Amin yang cengangas cengenges jelas saja gak matching sama tuduhan kasus dia saat ini, semakin cengangas cengenges semakin mesum pula muka si Amin ini, dan semakin percaya pula masyarakat kalo dia memang main cewek. Khususnya yang berbaju putih (you know what I mean lah). Atau contoh pejabat lain semacam si Urip yang selalu penuh percaya diri dan nyolot juga gak matching sama kasus dia, seharusnya dia nunjukin sedikit saja rasa menyesal, setetes dua tetes air mata cukup. Nah karena para politisi itu kurang canggih aktingnya maka wajar aja tho pak kalo para artis-artis sekarang kepingin nyemplung jadi politisi. Mereka sudah sepantasnya mampu menggantikan para wakil rakyat ketika main job desc wakil rakyat saat ini adalah : A-K-T-I-N-G.



* Well, meskipun lucu juga ngebayangin wakil rakyat nanti akan diisi oleh artis-artis yang konon katanya peduli rakyat tapi herannya mereka selalu rela dan murahan mau bermain di sinetron-sinetron kacangan produksi Indihe bersodara yang merusak masyarakat tanpa ada beban tanggung jawab sosial sedikitpun, tiba-tiba sekarang mereka semua bisa teguh mengatakan peduli nasib rakyat. Akan lain ceritanya kalau sekelas Deddy Mizwar yang mencalonkan diri. Tapi sakjane jangankan artis, siapa pun juga pasti tertarik berpindah profesi menjadi wakil rakyat, siapa yang gak mau coba?! Sebuah profesi tanpa beban target, performance, cukup luntang-lantung, tengak-tenguk, mlaku-mlaku, dolan-dolan, cengangas-cengenges¸tura-turu, ngewak-ngewek dan tetap bisa beli Alphard. Enak betul.

Labels:

Monday, August 04, 2008

Pernah dan Belum Pernah

Negara ini besar, tapi kecil logika para pemimpinnya, negara ini luas tapi sempit wawasan para pemimpinnya, selamat datang di negara yang krisis negarawan.




Krisis energi, infrastruktur irigasi yang hancur lebur, harga pangan mahal semakin menjadi-jadi, jumlah pengangguran meningkat, tingkat urbanisasi tinggi, hutan rusak, budaya korupsi di semua level, jurang sosial yang semakin lebar, birokrasi yang tidak efektif, pelecehan dari negara tetangga, endebre endeskre dan lalu siapa yang bilang jadi presiden Republik Indonesia itu enak ? Sebuah amanah besar dimana nasib 250 juta orang ada di ujung lidah, semua keputusan yang bahkan tidur pun tidak akan pernah lagi bisa lelap. Saya sebenarnya tidak terlalu perduli dengan dikotomi Muda dan Tua untuk calon presiden yang sempat mencuat. Tapi seharusnya lebih ke Pernah dan Belum Pernah. Dengan segala macam persoalan super duper complicated itu lalu kenapa masih saja banyak yang begitu bernafsunya jadi calon presiden ? Bahkan ketika Tukul pun gak akan percaya diri untuk daftar jadi model majalah MensHealth edisi Valentine lalu kenapa para mantan presiden yang masih tetap saja pede jaya maju menjadi calon presiden kembali pada pemilu 2009 nanti ?!?! Jelas mereka sudah pernah dikasih chance and show nothing but tears and plan to buy a private presidential aeroplane (wew, keren buat nama band EMO : to buy a private presidential aeroplane).

Bermain-main mencalonkan diri menjadi presiden bukanlah perkara coba-coba iseng-iseng berhadiah. Enak betul di negeri ini, maju menjadi calon presiden dari partai begitu mudahnya, tanpa konvensi plus tanpa pesaing plus tanpa tarung habis-habisan dan hup ! tralalala ! langsung bisa maju jadi calon tunggal begitu saja. Tentu tak lupa dengan poster berlatar belakang gambar sang ayah tercinta. Pidato-pidato hanya sekitaran mengepal tangan badan agak miring sedikit sesuai arahan konsultan pencitraan ditambahi teriak-teriak lantang tanpa isi kalau pun tidak pasti asik seru menghujat kondisi sekarang. Tapi giliran ditanya langkah kongkrit apa untuk mengeluarkan bangsa dari kondisi semua hanya terdiam, paling mentok juga menjawab berputar-putar dengan konsep abstrak kembali. Lucu. Padahal EO tadi siang saja harus mati-matian presentasi hanya untuk memenangkan job event di kantor. Memaparkan konsep mereka, apa yang akan mereka kerjakan, langkah-langkahnya. Lengkap. Sedang para calon presiden masih asik saja berwacana dan pidato berapi-api. Akan lebih berguna kalau mereka memaparkan apa rencana kongkrit di setiap dimensi masalah di negeri ini ketimbang hujat menghujat. Yang lebih lucu lagi beliau-beliau yang sudah pernah kalah di dua pemilu terdahulu kenapa masih saja ngotot ?! beliau-beliau yang sudah pernah merasakan jadi presiden kenapa masih saja ngarep lagi ?! Presiden adalah sebuah amanah yang lebih dari sekadar cara berpidato patriotis, lebih dari sekadar tampang keren dengan mengacungkan tangan, senyum anggun dan gaya berbicara yang dibuat-buat. Sesungguhnya model semacam itu sudah lewat lah masanya, mungkin masih berlaku ketika masa perjuangan demi membakar semangat rakyat melawan kumpeni, bertempur sampai mati. Kalo sekarang : basi.

Labels: