Scraps In Scraps Out

This is my Blog. There are many like it but this one is mine. My Blog is my best friend. It is my life. I must master it as I must master my life. Without me my Blog is useless. Without my Blog, I am useless (Jarhead)

Tuesday, November 11, 2008

Pilkada

Hasil pilkada Jatim keluar hari ini, dan seperti yang sudah-sudah pihak yang kalah akan selalu tidak bisa legowo menerima kekalahan. Lalu berikutnya pundung ngambek norak tidak mau menandatangani hasil pilkada. Sementara tepat seminggu yang lalu warga Amerika juga selesai memilih presiden barunya. Berbeda dengan kebanyakan – kalau tidak bisa dibilang semua - pilkada di Indonesia, McCain secara pribadi menelepon Obama untuk mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat. Hal itu dilakukan persis sebelum dia menyampaikan pidato kekalahannya di depan para pendukungnya. Pidato mengaku kalah yang bahkan proses penghitungan suara belum final diselesaikan. Pidato yang mengajak pendukungnya untuk ikut mendukung pemerintahan baru, tidak ada provokasi disini. Hebat. Negeri yang beruntung, bisa punya banyak negarawan bukannya politisi kadut kancut ceksut. Disini pilkada identik dengan huru-hara dari pihak yang kalah, proses hukum berkepanjangan ke makhamah yang gak selesai-selesai, pernyataan provokasi dari pihak yang kalah, bakar-bakar gedung KPU, amuk. Kadang gue pikir model penunjukan pemimpin daerah secara langsung di jaman Soeharto akan jauh lebih baik untuk sebuah negeri yang rakyatnya masih lapar gak bisa mikir, negeri dimana demokrasi tak lebih dari sekadar tag line gagah selama kampanye pemimpin oportunis.





Labels:

5 Comments:

Blogger chie said...

mungkin penyebabnya mas, di Indonesia pendukung ngajuin proposal minta dana, klo di Amerika pendukung justru mendukung dana.
Jadinya kadar stress lebih tinggi di Indonesia. Karena yang kalah uang tak kembali, yang menang bayar utang hehehe

6:27 AM  
Blogger Unknown said...

model demokrasi tak cocok utk semua bangsa, kali ya. sama seperti obat, misal, ga semua cocok dg obat merk A. kl demokrasi mungkin hanya cocok utk negara dg masyarakat yg udah dewasa.

6:29 AM  
Anonymous Anonymous said...

Iya, Kofifah si wanita berjilbab itu, begitu berapi-api dan ambisinya menuntut keadilan. Keadilan huh ? keadilan buat siapa ?! buat posisi dia ?! padahal di grass root gak ada (atau belum) tuh yang demo-demo segala eh malah si Kofifah ini provokasi. Apapun bentuknya, revisi hasil final suatu election gak akan ada untungnya, yang sebelumnya dinyatakan menang pun niscaya akan menuntut balik, lalu pemilu ulang lagi, lalu diprotes lagi. Cuman rakyat yang bakal susah, pendapatan mereka tidak akan langsung meningkat siapa pun yang menang.

Orang gila. napsu. jahat.

7:09 AM  
Anonymous Anonymous said...

sebenarnya kalau dilihat dari sikap sprotivitas, bangsa kita belom terlalu hebat. makanya sewaktu ribut - ribut pemilu di AS ditayangin di Indonesia, kita yang ada malah ga seneng, malah ada yg bilang ngapain ngurusin pemilu negara orang. wah sebenarnya, yg harusnya di liat itu jalannya pemilu, bukan hasilnya krn dari situ kita bisa belajar. karena calon pemimpin kita tidak pernah bersaing seperti Mccain yg menerima kekalahan dengan lapang dada.

6:00 PM  
Blogger non inge said...

mungkin karena kurangnya rasa percaya...

g percaya pada diri sendiri koq bisa sampe kalah...

g percaya pada orang yang melakukan penghitungan...

g percaya pada aparat yang menjaga agar tidak terjadi kecurangan...

hanya karena kemenangan sesaat melalui penghitungan cepat jadi lebih cepat besar kepala dan lupa bahwa semua masih bisa berubah dan lupa gimana caranya untuk legowo dan menerima kekalahan...

-salam kenal-

9:13 PM  

Post a Comment

<< Home