Scraps In Scraps Out

This is my Blog. There are many like it but this one is mine. My Blog is my best friend. It is my life. I must master it as I must master my life. Without me my Blog is useless. Without my Blog, I am useless (Jarhead)

Friday, January 25, 2008

Legenda TransTV

Makin lama gue makin gak bisa melihat sisi baik rumah produksi sinetron-sinetron saat ini. Gak semuanya sih, ada beberapa rumah produksi yang bagus tapi seriously ada beberapa yang bener-bener gak jauh beda kelas dibanding tukang rujak mangga di belakang Landmark BNI: sing penting untung ndes, mau yang beli nanti pada sakit perut kek peduli setan abang (demi keamanan si abang tukang rujak mangga dengan terpaksa saya sebut saja dengan oknum TRM). Kalian pasti tahulah yang dimaksud dengan sinetron-maker kelas tukang rujak mangga itu tak lain dan tak bukan adalah si grup India bersodara (yang sekarang juga sedang giat-giatnya ngerusak perfilman Indonesia, setelah sinetron yang dulunya sempat bagus akhir 80an dan awal 90an sebelum dirusak sepertinya dunia film adalah target mereka selanjutnya, bisa dilihat dari baniir film-film horor produksi mereka). Serial Legenda di TransTV adalah bukti paling mutakhir kejahatan mereka di dunia hiburan Republik Indonesia.

Sebelumnya gue harus klarifikasi biar gak salah paham. Dalam menulis blog ini gue gak pernah mengikuti serial itu sumpah demi Alloh, demi Alloh sumpah, beneran gak nonton sumpah, gak lebih dari cuman selintas-lintas aja. Klarifikasi ini penting (tahukah kalian ada pandangan di kaum para lelaki kalau ke-gap nonton sinetron produksi grup India bersodara itu adalah suatu aib yang sangat memalukan, jauh lebih memalukan dibanding ke-gap ngoleksi foto-foto pose Ivan Gunawan). Ada beberapa legenda yang menurut gue ngasal parah ceritanya. Pertama tentang Reog Ponorogo, maksud hati sih berkedok sok nasionalis karena sepertinya episode itu sengaja diproduksi saat isu reog di bajak Malaysia lagi hot-hotnya, maka dieksploitasi-lah legenda Reog demi rating tinggi. Aneh, Legenda reog versi serial produksi MD Entertainment itu gak jauh-jauh dari : ada seorang cowok jahat sakti yang ngajak kawin cewek cantik, udah gitu doang. Padahal tidak seperti itu kisahnya, baik dari versi sejarah Demak Majapahit atau pun versi Babad Kelana Sewandana.

Legenda ngaco kedua tentang Gunung Bromo. Alih-alih mirip, kisah versi MD Entertainment ini lagi-lagi gak jauh dari cowok sakti (yang bernama Ki Bromo) yang pengen nikah sama cewek terus dikalahin sama cowok yang lebih sakti, dan (entah kenapa) untuk mengenang kejahatan Ki Bromo maka lokasi pertempuran mereka dinamakan gunung Bromo. Gila, ngaco berat, gak ada disebut-sebut tentang Joko Seger dan Roro Anteng disitu, yang awalnya mandul dan beranak banyak dengan syarat anak bungsu mereka harus dilempar ke kawah sebagai persembahan (karena itu hingga saat ini suku TENGGER, keturunan Roro ANTENG dan Joko SEGER memiliki ritual melempar sesaji ke kawah gunung Bromo). Haduh-haduh, logika dari mana ada monumen dibangun demi mengenang orang Jahat (si Ki Bromo tadi), keterlaluan sekali penulis skenarionya. Siapa pun dia sepertinya lupa kalo HM. Soeharto pun membangun Monumen Jogja Kembali untuk dirinya bukan untuk mengenang DN. Aidit atau Westerling.

Gue ngeliat pola kisah legenda buatan MD Entertainment ini serupa. Intinya cowok jahat sakti napsu ngajak nikah cewek cantik, lalu ada penolong yang diawalnya kalah sakti terus jadi lebih sakti terus ngalahin cowok jahat sakti diawal tadi (kalo pola Sinetron populer saat ini : cewek cantik lugu dan baik hati tapi miskin dan cowok ganteng tapi tajir abis). Grup India bersodara itu berhak dan boleh saja bikin sinetron sampah dengan bintang-bintang muda yang trend saat ini, even worse contek drama-drama Jepang dan Korea pun masih gak apa-apalah. Tapi mengeksploitasi dan merusak kisah-kisah legenda rakyat menurut gue udah keterlaluan. Okay, I just realised emang ada beberapa versi dalam setiap legenda tapi tetep aja pasti ada benang merahnya, sedang kisah Reog Ponorogo versi MD Entertainment itu bener-bener asal. Kenapa gue sadis make kata “eksploitasi” disini ? kenapa mereka kok bisa asal-asalan bikin serial legenda itu ? karena sebenarnya cukup dengan googling pun mereka bisa dapet kok semua kisah aslinya. Ini yang dinamakan prinsip ujung-ujungnya duit, prinsip low cost high profit (karena itu mereka lebih pantas disebut kukang rujak mangga daripada pekerja seni, murni mikir rating dan untung tanpa ada tanggung jawab sedikit pun terhadap seni, sama sekali !). Mereka dilema apakah akan mengangkat kisah-kisah legenda rakyat tersebut dengan setting asli atau setting masa kini (seperti film Romeo Juliet, Othello produksi Hollywood itu). Option pertama, kalau dengan setting asli, masa lalu, mereka akan kesulitan menyiapkan properti yang besar biayanya. Kalau biaya produksi mahal artinya profit bisa berkurang. Kalau option kedua, menerjemahkan dengan setting modern artinya mereka harus putar otak lebih keras dan kreatif abis-abisan untuk menerjemahkan agar semua setting masa lalu ada relasinya dengan masa kini dan make sense (seperti film Romeo Juliet, Othello produksi Hollywood). Maaf untuk option kedua ini, kreatifitas masih menjadi masalah terbesar dari rumah produksi grup India bersodara tersebut. Karena itu dipilihlah jalan tengah, setting masa kini tapi dengan kisah yang di modif abis-abisan. Gak heran ada tokoh yang make blangkon kuno, tokoh dukun dengan kostum norak mencolok (bahkan ki Kusumo dan Ki Gendheng pun gak akan PD make kostum seperti itu) pada saat yang sama ada sneakers Nike bertebaran disana-sini dan kaos Spyderbilt tapi tetep gak aja ada polisi masa kini tiap pembunuhan terjadi, settingan waktu bener-bener absurd, masa lalu gak masa kini pun gak.

Keliatannya sepele tapi yang jelas grup India bersodara itu udah ngerusak pelan-pelan cerita rakyat kita yang adiluhung (jie jie jadi pak guru Pancasila lagi). Misal kebayang gak kalo ada orang Malaysia yang nonton kisah legenda Ponorogo malam tadi, maluuuuuuuu, apa yang menarik dan bisa ditarik dari legenda tentang orang sakti belajar lebih sakti terus maksa cewek cantik nikah ? di mana penjelasan asal muasal bentuk barong macan merak tersebut ? masih jauh lebih baik versi kisah reog versi Malaysia yang bawa-bawa Nabi Sulaiman AS. Kebayang kalo adik-adik kita menonton dan beranggapan itu adalah kisah yang valid. Kebayang kalo kebiasaan seperti ini, mengangkat legenda-legenda rakyat ke TV secara asal-asalan, dimodif-modif seenak udel berlangsung selama sepuluh tahun ke depan ? Tentu aja grup India bersodara itu gak peduli. Bagaimanapun akhirnya di sisi lain mereka sangat cerdas, judul-judul kisah rakyat, urban legend lokal sudah pasti menjual dan membuat orang ingin tau yang artinya rating naik, perkara ternyata isinya ngaco dan ngasal ? ra perduli ndes

Labels:

7 Comments:

Blogger penne.pesto:) said...

wah dep. buat nonton yg cuma seliwiran pengamatan lo sgt detail ya:p pasti krn memori otak lo tajam deh ckckck, hebaaat hebaat hahaha..

g jd kepingin nonton salah satu episodenya.. ada ga ya di youtube?

12:26 PM  
Blogger om idep said...

Sumpah demi Alloh gue gak ngikutin Ross, duh lo kok suspicious nyindir gitu sih karena gue detail, huahahahaha...

Maksud gue mendingan nonton serial silat yang di dubing di Indosiar, cewek-ceweknya pada pake kemben dengan ukuran 34 B, woohoo !

4:34 PM  
Anonymous Anonymous said...

Halah, sok tau ukuran 34B ajah, itu mah ukuran biasa cewek kebanyakan lagii... menurut sayah cewek tukang silat itu memakai bustier dengan ukuran 36/34 cup C begituh...

*komentar ga penting yang ga nyambung dengan substansi tulisan anda* hehehehehe....

12:57 AM  
Blogger om idep said...

34 B buat saya sudah menyenangkan, karena berdasarkan sunnah Rasul :

"makan setelah lapar berhenti sebelum kenyang.."

1:49 AM  
Blogger Ni'am said...

ah iyaa...kok bisaa gw lupa ama roro anteng itu.

ga perna nonton legenda siy. liat iklannya aja dah ogah. jelas-jelas pemutarbalikan legenda.

amit-amit Ankaa nonton yang gituan. lama-lama dia taunya Tintin, bukan Timun Mas

T_T

11:13 PM  
Blogger Unknown said...

Salut deh. Pengamatan yg tajam. Saya juga muak nonton Legenda di Trans TV. Ga mutu poool

2:23 AM  
Blogger Unknown said...

hai, salam kenal :)

gue gak pernah nonton legenda transtv, tapi beberapa kali nonton 'dongeng' di indosiar.
Mereka pake option kedua, menyesuaikan dengan setting modern. Tapi yah... gitu deh, disesuai-sesuaikan ajah :P jadi pas nonton yang ada ngakak abis karena jadinya aneh :D
tapi seeengganya legendanya gak gitu melenceng (pernah nonton yang terjadinya danau toba).

Bener sih, klo anak2 jaman sekarang bisa ajah jadi mikir itu legenda yang bener, karena seusai nonton adek gue (yang mana umurnya adalah 20thn!) nanya apa bener emang gitu legendanya.

1:06 AM  

Post a Comment

<< Home