Scraps In Scraps Out

This is my Blog. There are many like it but this one is mine. My Blog is my best friend. It is my life. I must master it as I must master my life. Without me my Blog is useless. Without my Blog, I am useless (Jarhead)

Tuesday, June 24, 2008

Demo Mahasiswa II

Brengsek betul. Ini masih di awal minggu, tanggal tua banget, sejam menjelang pulang kantor, kepala gue bengek miting sehari penuh, dipanggil bos pula untuk tugas presentasi mendadak besok pagi dan kenapa mahasiswa-mahasiswa tolol malah memblokir jalan Sudirman urat nadi bisnis jakarta tepat jam bubar kantor ? maksud gue kenapa gak jam 1 pagi nanti saja ? Busway koridor 1 jadi stop beroperasi, jalur 08 Patas AC gak lewat-lewat, ojeg langka jadi rebutan. Asu.

















Jadi begini, ada dua golongan mahasiswa di negeri ini. Golongan pertama, mahasiswa dengan IP gemilang, kampus top level nasional, memiliki soft-skill tinggi, pacar cantik, ikut jadi anggota tim inti Basket kampus, part time nulis di berbagai majalah, prestasi baru saja menjuara kontes robot, dan akan lulus dalam waktu beberapa bulan lagi. Mereka sedang tekun mati-matian berjuang agar bisa lulus secepatnya dan segera mencari kerja. Logika mereka : resesi dunia sudah di depan mata, harga minyak melejit tak terkendali, secepatnya mencari pekerjaan tetap yang settled adalah solusi paling masuk akal graduate soon then. Sukur-sukur bisa membangun karir, tanpa merubah idealis dan segera bisa mangganti orang-orang tua yang kelak mengambil kebijakan nanti. Masa depan cerah, istri cantik, anak-anak lucu, rumah mungil, dan New CRV menanti. Para calon pengambil kebijakan professional yang insyaAllah masih akan tetap berpihak kepada rakyat. 15 tahun lagi. Amin.

Golongan kedua pecundang, mahasiswa abadi yang kuliah D3 bahasa dan 5 tahun belum juga lulus-lulus, ada yang masih angkatan 98, dekil tak punya pacar jadinya stres mudah sensitif, kerjaannya hanya kongko sibuk berdiskusi di lapak-lapak pojok kampus, rokok lintingan biar murah, IP hidup segan mati tak mau, soft-skill nol besar kecuali teriak-teriak pake TOA tanpa isi, tukang mabok itu pun cuman bir merk topi-miring, raja gemblung atau bir-bir generik produksi usaha kecil rumah tangga lain, skill debat lagi-lagi nol besar hanya bisa beralasan REVOLUSI, skill karaoke sekali lagi masih nol besar hanya bisa bersenandung REVOLUSI SAMPAI MATI berulang-ulang, masa depan sangat suram karena bukan hanya kualitas pribadi yang mencret tapi juga kualitas kampus yang setali tiga uang (uangnya receh pula bukan cepekan), Karir impian paling mentok jadi anggota DPR melamar ke partai-partai kancut bermodalkan CV berisi satu baris : aktivis kampus. Semoga Tuhan mengampuni.

Sialnya golongan kedua inilah yang paling rajin banci tampil caper murahan akhir-akhir ini. Tapi mereka cerdik : biar gak rusak, biar mulus tetap mengkilap karena bertahun-tahun jarang dipakai, maka otak mereka semua di titipin di satpam kompleks rumah, jadi aman dan mereka bisa demo abis-abisa tanpa takut otaknya cidera. Mereka bahkan tak tahu kalo Soekarno Hatta yang dijadikan badge di jaket-jaket mereka adalah seorang insinyur ITB dan doktorandus lulusan Belanda, bahkan Tan Malaka yang radikal pun adalah orang yang luar biasa cerdasnya (juga gambar siluet Che Guevara yang mereka pakai, gue yakin gak satu pun dari mereka baca biografi Che yang dulunya pun adalah seorang dokter. bukan main memang tokoh satu ini). Beliau semua itu sekolah yang bener, menimbunkan amunisi lalu bergerak dengan ilmu dan skill yang mereka miliki. Tapi sore tadi, mahasiswa demo sontoloyo itu, melonjak-lonjak di pagar DPR (jadi masuk akal kalau mereka melakukan itu di kandang Ragunan, lumayan membantu para primata disana bisa beristirahat sejenak), bakar mobil, bolos kuliah, gak pratikum, blokir jalan. Ah sudahlah, gak ada gunanya, bahkan mengelus dada melihat kelakuan mereka pun sama sekali gak worth. Memang cuman ada dua golongan mahasiswa di negeri ini. Mahasiswa dan Pecundang.



*) picture courtesy of www.detikfoto.com

Labels:

Thursday, June 19, 2008

Senjata di Wayang

Salah satu keinginan gue sebelum mati adalah menyaksikan sinema Indonesia yang sudah sekelas Hollywood saat ini. Gue berharap-harap ada produser yang capable memindahkan kisah wayang ke sinema ala Lord of the Ring. Memindahkan disini bukan hanya membuat efek yang canggih tapi juga menggubahnya sehingga Wayang menarik untuk ditonton. Seperti Peter Jackson yang sukses membuat orang mencintai LOTR, novel jadul yang mendadak jadi buku wajib anak-anak masa kini dengan perkataan khas : “lo harus baca novelnya, beda banget sama filmnya, gak ada apa-apa deh”, padahal mereka juga baru membeli novel setelah menonton LOTR. Poin gue : begitu hebatnya Jackson membawa LOTR ke layar sehingga orang euphoria gak malu dan bahkan bangga kalau menjadi yang paling tahu detail LOTR. Suatu hal yang jelas gak pernah ada sebelum LOTR di filmkan. Padahal LOTR sudah ada puluhan tahun lalu. Wayang seharusnya juga bisa seperti itu suatu saat nanti. Semoga.

  • Kunta®, senjata andalan Adipati Karna ada di rambut belakang telinga yang secara ajaib begitu diambil langsung berubah menjadi anak panah yang panjang dengan ujung yang sedikit melengkung. Kunta ini layaknya peluru kendali, meski tidak secepat Cakra® tapi sekalinya dibidik niscaya orang tersebut tidak akan bisa menghindarkan diri, akan selalu dikejar. Gatotkaca adalah salah satu korban dari Kunta ini.
  • Kemampuan Kunta ini mirip betul dengan Pasopati®, anak panah Arjuna. Masuk akal kalau serupa karena mereka sama-sama expert di ilmu memanah dunia wayang, nyaris sejajar dan tanpa tanding. Karna adalah murid tidak resmi Begawan Durna, yang begitu jeniusnya bahkan cukup dengan mencuri lihat pelajaran Pandawa Kurawa dia bisa sama sakti dengan Arjuna.
  • Untuk kelas tangan kosong, Brajamusti® di tangan kanan Raden Gatotkaca adalah yang terhebat. Setiap kali mengantam dengan pukulan Brajamusti ini maka akan keluar sosok raksasa yang akan memukul musuh berkali-kali yang akan segera kembali masuk ke tangan kanan Gatotkaca. Seperti game Fatal Fury jaman Sega dulu, kombo 15 maka Brajamusti ini kombo 80, 80 pukulan sekaligus langsung masuk tanpa terputus dalam satu kali serangan. Nama Brajamusti sebenarnya adalah paman gatotkaca yang ketika mati tubuhnya tersedot masuk ke tangan kanan Gatotkaca. Itu sebabnya sosok raksasa dan suara menggelegar selalu muncul setiap kali Gatotkaca memukul memakai tangan kanan.
  • Setyaki menyimpan Gada Wesikuning® di lengan kanannya. Dengan kata lain gada kecil yang terang bersinar keemasan itu selalu dibawanya kemanapun dia pergi tanpa harus mencolok menarik perhatian, menjadi satu dengan lengan kanannya. Setiap kali terancam maka Setyaki akan segera mengambil Gada Wesikuning sakti itu. Karena Setyaki terlalu cukup sakti hanya untuk selalu bergantung kepada Gada Wesikuning, Setyaki salah satu ahli tangan kosong. Gada Wesikuning itu sekadar senjata pamungkas.
  • Lain lagi dengan Kresna. Senjata Cakra® andalannya itu selalu muncul setiap kali beliau menyatukan kedua tapak tangannya dalam posisi horizontal dengan menyisakan sedikit ruang. Jika Kunta yang seperti peluru kendali maka Cakra tidak perlu memiliki kemampuan seperti itu karena saking cepatnya. Cakra begitu cepatnya bahkan musuh pun tidak akan pernah bisa melihat bentuk Cakra seperti apa karena tidak sampai sedetik Kresna mengatupkan tangan, leher musuh sudah putus tanpa sempat menyadari apa yang terjadi.
  • Tapi tak ada yang lebih mengerikan selain Candrabirawa® Prabu Salya, ilmu ini akan secara reflek keluar setiap kali nyawa dia terancam. Dari tubuh Salya akan keluar makhluk raksasa yang gerakannya secepat kilat. Tapi bukan itu yang paling penting, raksasa ini sama sekali tidak bisa dibunuh, setiap kali ditebas akan menjadi dua, dibelah tiga akan menjadi enam. Bima yang pernah memukul dengan gada andalannya justru makin memperburuk keadaan, karena tubuh raksasa Candrabirawa yang hancur berkeping-keping justru memperbanyak jumlahnya sekaligus. Begitu hebatnya ilmu ini, hanya pernah dikeluarkan dua kali. Yang pertama ketika baru diturunkan dan kedua ketika menghadapi Pandawa di Kurusetra.
  • Meski tidak mempunyai ajian dahsyat tapi Raden Sitija tidak akan pernah bisa mati. Ok, dia bisa saja mati pada awalnya tetapi begitu jatuh menyentuh bumi maka akan segera hidup kembali. Namanya ajiannya Panasonabumi®. Konon Gatotkaca nyaris putus ada ketika beradu duel melawan Sitija. Seandainya saja Sri Kresna tidak emosional gelap mata (putranya, Raden Samba mati dibunuh Raden Sitija) ikut campur dengan menebas Cakra membelah Sitija yang segera ditangkap Gatotkaca sebelum sempat menyentuh bumi.
  • Still a lot more to tell.

Percayalah, wayang itu sangat menarik kisahnya. Ceritanya paralel, setiap tokoh ada dedicated story sendiri-sendiri yang terkadang bersinggungan satu sama lain. Hampir semua tokoh adalaha abu-abu, dan bahkan para Dewa. Tokoh A jadi bintang utama untuk kisah dia tapi lain waktu dia hanya akan jadi cameo untuk kisah B. Seperti Marvel, DC, ada masa para superheroes joined up dan di lain waktu musuhan. Bahkan kisah klasik 1001 malam pun kalah jauh. Lalu dengan begitu banyaknya kisah untuk diangkat dan menarik kenapa para Indihe basudara nista laknat itu hanya membuat film hantu (yang tampaknya sudah mulai keabisan bahan, segala macam jenis setan udah nongol akhirnya dibikinlah spin pocong sekolah, pocong perawan, kuntilanak sekretaris, kuntilanak mbak-mbak toko, suster ngesot, suster ngesot RSCM, suster setengah ngesot, suster guling-guling, what else ? you name it !) atau gak film seks kosong yang hanya bombastis di judul dan tema (gue bukan FPI yang menolak film seks tapi plis demi Tuhan tolong jangan kentang nanggung dong, sekalian softporn ! it will be great if we could go to the movie and watching naked Happy Salma, nipling Aura Kasih, petting Rebeca. Ok, will be much better if they do some **ck) atau gak film-film teen jiplakan Hollywood yang selalu sangat dipaksakan. Let support our local stories. Now !


Labels:

Monday, June 16, 2008

Hey Urip !

Beginilah logika ajaib di negeri Pancasila ini.

Tahukah di keseharian kita, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi semuanya dikenakan pajak ? coba saja : bangun tidur, e'ek, sarapan indomi, ngerokok djarum super, berangkat naik bis, makan siang di KFC, ngerokok garpit, pulang naik mikrolet, ngopi starbucks, diner kencan di bistro, sampe akhirnya tidur lagi. Pajak selalu kita bayar mulai dari yang gak kita sadari karena dimasukan ke komponen harga sampai yang terang-terangan menuliskan PPN 10%. Pajak-pajak itu semua sejatinya akan dikembalikan kepada rakyat atas nama dana pembangunan. Seperti di negara-negara maju dimana sekolah bisa murah, internet bisa murah, transportasi bisa murah, makmur bersama ceritanya. Tapi disini, duit pajak itu justru dikasih ke pengusaha-pengusaha kelas kakap yang bisnisnya hancur lebur ketika dilanda krisis 1998 lalu, bisnis rapuh yang mereka bangun cukup melalui perkoncoan yang baik dengan cendana ternyata tidak tahan gempur, tidak imun karena semuanya dibangun berdasarkan pertemanan saja minus kompetisi.

Lalu duit pajak salah satunya tadi dibungkus dengan nama dana BLBI. Mblegedhes memang, duit rakyat yang dipakai untuk membantu orang yang sodara bukan, tetangga bukan, teman bukan, kenal juga gak, lalu kenapa ketika bisnis mereka hancur kita semua yang harus menanggung ?! Belum selesai disini, duit BLBI yang sedianya harus dimanfaatkan untuk menjaga bisnis mereka kembali sehat malah habis disikat. Gede ora to ? jangan sedih, jumlahnya lumayanlah sekitar 30an triliyun, baca : 30ribuan milyar. Belum selesai sampai situ, lalu entah atas dasar logika hukum apa dikeluarkanlah kebijaksaan Release and Discharge. Maaf om, maaf tante, selesai sudah, rampung, mereka diampuni. Semudah itu saja.

Belakangan ketahuan semua keanehan tadi memang tidak memakai logika hukum melainkan logika kepeng. Si Urip ketangkap basah lalu asal bunyi bilang bisnis permata, trus terungkap bincang-bincang akrab skenario di antara jaksa-jaksa agung muda, trus juga OC Kaligis yang plendas-plendus berargumen aneh-aneh, Artalyta yang tetap modis tampil ringan enteng tanpa beban di setiap persidangan karena begitu yakinnya everything is gonna be alright. Jadi makin seru. Kadang saya kasihan sama mereka semua : capek jumpalitan, ngibul sana-sini, foto dipasang di headline-headline koran, di bui, sedangkan si penikmat uang ribuan milyar tadi justru enak-enakan di Singapore, yang jaraknya gak lebih sejam perjalanan udara dari Jakarta. Lah iyo mesaake, mereka hanya berebut enam milyar, apalah arti enam milyar dibanding ribuan milyar.

Kalau sudah begitu siapa yang bodoh, pandir dan dungu ? si Urip ? si Jaksa Agung Muda ? si Obligor ? atau justru kita ? kita rakyat yang masih saja tetap percaya dengan hukum di negeri penuh demokratis ini.

Labels: